Tata kelola persampahan di Kota Bandung yang mengusung prinsip Kurangi, Pisahkan, Manfaatkan (Kang Pisman) masih belum mencapai hasil yang diharapkan. Pengembangan program Zero Waste Cities (ZWC) oleh Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB) –rintisannya sejak 2013– guna mewujudkan dan mengembangkan Kawasan Bebas Sampah (KBS) pada skala kelurahan, kecamatan, hingga kota mendapati beragam tantangan.
YPBB, yang mengadopsi program ZWC dari Mother Earth Foundation di Filipina, merekomendasikan adanya perbaikan tata kelola persampahan di kawasan. Mulai dari regulasi, kelembagaan, operasional, pembiayaan, serta pelibatan publik. Perbaikan ini harus secara holistik. Rekomendasi ini guna memperkuat dampak positif program KBS yang sudah diinisiasi Pemerintah Kota Bandung sejak 2015 awal silam.
Rekomendasi berkaca dari pilot project KBS pada dua kelurahan, Sukaluyu dan Babakan Sari. Masyarakat pada dua kelurahan ini diminta untuk memilah sampah dari sumbernya (rumah tangga). Saat ini, Sukaluyu telah berhasil mengelola jejaring titik-titik pengomposan sampah organik di skala komunitas. Sementara dari 3 RW di Babakan Sari, 1 RW telah melakukan pemilahan sampah dari sumber secara konsisten.
Dari dua kelurahan itu, YPBB mendapati fakta, konsistensi penerapan sistem pemilahan masih sangat bertumpu pada sosok ketokohan di RW setempat. Dengan mengandalkan ketokohan individu semata, perubahan tata kelola persampahan sampah di kota Bandung akan membutuhkan waktu yang terlampau lama, sehingga tidak efisien.
Koordinator Manajer Kota ZWC dari YPBB, Ratna Ayu Wulandari mengapresiasi transformasi penanganan sampah oleh Pemerintah Kota Bandung lewat program KBS. Program yang mengandalkan partisipasi warga hingga pengembangan sistem sudah dijalankan maksimal walau dampaknya belum signifikan.
Ayu menyoroti, intervensi tersebut masih ada yang menggantungkan keberlangsungannya dari insentif yang disediakan pemerintah. “Jika mengandalkan pendamping terus-menerus jadi boros sumber daya. Berapa lama, warga (dapat) mengandalkan itu? Harus diperbaiki terus-menerus,” imbuhnya dalam konferensi pers Perjalanan Bandung Menuju ZWC secara daring, Selasa, 29 Maret 2022.
Koordinator Bandung Juara Bebas Sampah (BJBS), Ria Ismaria menyampaikan catatan kritis terkait pengelolaan KBS. Penerbitan regulasi yang bisa dijadikan dasar guna penguatan upaya penanganan sampah sejak dari sumber (baca: rumah tangga) perlu dieksekusi agar hasilnya berdampak positif.
“Saat menjadi aturan maka warga bisa ikut terdorong agar terjadi perubahan lebih cepat. Pemerintah dengan beragam cara, sumber pembiayaan, agar bersiap untuk segala perangkat aturan agar kelembagaan efektif dan efisien,” tutur Ria.
Persoalan penegakan aturan itu berkaitan dengan temuan YPBB dari studi kasus di lapangan. Tanpa ketokohan yang kuat, dua RW di Babakan Sari hanya menyetor sampah organik guna memenuhi syarat ZWC. Selain itu, mekanismenya juga bermasalah. Pemilahan yang idealnya dilakukan warga di rumah, malah dikerjakan petugas pengumpul. Tantangan berikutnya, tokoh kewilayahan itu bakal berganti seiring masa jabatannya sehingga tidak bisa bergantung pada sosok orang, melainkan sistem.
KBS berlanjut ke Kelurahan Sukamiskin, Cihaurgeulis, dan Neglasari. Pada 2018, Bandung Juara Bebas Sampah (BJBS), forum pengelolaan sampah Kota Bandung, berhasil mendorong Walikota Bandung Oded M. Danial meluncurkan program “Kang Pisman”, singkatan dari “Kurangi, Pisahkan, Manfaatkan”. Di bawah program “Kang Pisman”, Pemerintah Kota Bandung memprioritaskan 8 kelurahan untuk menjadi KBS. Per 2018, program KBS telah hadir di 41 RW di Bandung.
Studi komparasi YPBB menemukan pencapaian ZWC besar potensinya untuk diwujudkan bila seluruh stakeholder dapat turut serta berpartisipasi aktif. Terlebih pemerintah kota yang memiliki wewenang di daerah.
Keterlibatan pemerintah menjadi poin penting dalam tata kelola persampahan di tingkat kawasan (baca: kelurahan, kecamatan) khususnya dalam membangun kelembagaan dan penyusunan sistem pembiayaan berkelanjutan untuk sistem pengumpulan terpilah dari sumber.
Model-model pengumpulan sampah yang sudah ada perlu terus diperbaiki, direplikasi, serta dipercepat penyebarannya seiring dengan semakin gentingnya krisis lingkungan dan sosial.
Pemerintah Kota Bandung sudah memiliki modal guna memperbaiki tata kelola sampah dan mendorong pemilahan lewat Peraturan Daerah nomor 9 tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah. Kesulitan pemerintah kota dalam menerapkan peraturan ini berkaitan dengan isu kelembagaan. Meski sudah terdesentralisasi hingga tingkat kawasan, namun belum berjalan baik karena kelembagaan dan pembagian peran pengelolaan sampah masih belum terstruktur.
Kelurahan dan RW tidak memiliki wewenang dan sumber daya manusia memadai untuk mengelola sampah. YPBB terus mendorong jejaring pemerintah pada tingkat kecamatan dan kelurahan untuk menerbitkan regulasi kawasan yang mewajibkan warga memilah sampah.
Pada sisi operasional, pemilahan sampah dari rumah tidak dapat berjalan baik karena petugas pengumpul sampah swasta atau yang tidak terikat dengan unsur kewilayahan, sulit berkoordinasi dengan pejabat pemerintahan. Studi kasus dari Kecamatan Coblong menunjukkan mayoritas pengumpul sampah swasta itu tidak dikelola pengurus RW.
Berkaca dari studi kasus di Neglasari, salah satu KBS, koordinasi antara petugas Kang Pisman dengan perangkat kelurahan dan tim YPBB masih berjalan lambat. Petugas Kang Pisman merasa enggan dan segan menegur warga yang tidak taat. Kerja-kerja monitoring dan evaluasi yang menjadi tugas mereka pun tidak dikerjakan sesuai dengan jadwal yang telah disepakati sehingga pencapaian target mengalami keterlambatan. Kendala-kendala ini menunjukkan bahwa insentif saja (tanpa kelembagaan yang kuat) tidak akan cukup untuk memperbaiki tata kelola persampahan kawasan.
Kondisi ini memperlihatkan kelembagaan pengelolaan sampah tingkat kawasan yang masih berada dalam tahap awal transisi, partisipasi publik– peran kader, pejabat kewilayahan, dan tokoh masyarakat yang berkesadaran lingkungan dan bersedia mengalokasikan waktu untuk berpartisipasi aktif dalam program ZWC– berperan penting.
Namun seperti telah dikemukakan sebelumnya, bergantung pada ketokohan (termasuk pendamping) semata tidaklah cukup. Para tokoh dan pendamping ini tak selamanya menjabat atau tinggal di kawasan sehingga keberlanjutan sistem tak bisa selamanya bergantung pada mereka.
Idealnya, setiap warga menjadi partisipan aktif sesuai dengan peran, minat, dan keterampilan masing-masing dalam perbaikan tata kelola pengelolaan sampah kawasan.
Pembiayaan
Dalam hal pembiayaan, sistem pengelolaan sampah terpilah belum mendapatkan anggaran khusus secara resmi dari pemerintah kota. Padahal, jika mengacu pada sistem pengelolaan sampah holistik, para petugas semestinya digaji secara resmi oleh pemerintah.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung di tahun 2020-2021 baru mampu memberikan insentif saja pada beberapa (tidak semua) petugas pengumpul di Sukamiskin dan Cihaurgeulis, di luar gaji yg sudah didapat oleh petugas dari RW atau warga.
Kepala Seksi Kerjasama Teknis Operasional, Pengawasan Sampah, DLH Kota Bandung, Deti Yulianti mengakui masih adanya ketergantungan pada pendamping di wilayah terkait pengelolaan KBS sejak 2019. Kondisi ini dievaluasi dan diperbaiki dengan menciptakan sistem yang lebih berkelanjutan.
“Kita bangun dan turunkan rencana teknis pengelolaan sampah pada skala kelurahan. Tahun 2020, mulai diujicobakan sebagai model yang diujicobakan pengembangan KBS tidak fully participatory base tapi dibangun sistem, petugas pengumpul terpilah, pendamping, dan dukungan sarana dari wilayah setempat buat pengolahan sampah,” terang Deti.
Pemerintah Kota Bandung membayangkan jika konsep serupa bisa berlaku pada 151 kelurahan di kota maka target 30 persen pengurangan sampah dari pemerintah pusat bisa terpenuhi dan terlampaui. Proses ini masih belum sepenuhnya berjalan seiring transisi pengelolaan sampah dari perusahaan daerah PD Kebersihan ke unit pelaksana teknis di bawah DLH Kota Bandung.
“Lebih berat karena (DLH) berfungsi sebagai regulator dan operator, termasuk beban pembiayaan akan semakin besar terserap,” tuturnya.
Sementara itu, beberapa tokoh RW di Coblong mengusulkan untuk mengalokasikan dana PIPPK untuk insentif petugas pengumpul sampah. Namun, forum lurah dan camat menolak usulan tersebut karena biasanya dana PIPPK digunakan untuk kebutuhan sarana prasarana atau fasilitas umum.
Anggaran yang sudah terbatas ini juga harus diprioritaskan untuk penanganan pandemi COVID-19.
Kondisi di lapangan memperlihatkan sebagian warga menjadi pihak yang harus berurusan langsung dengan petugas pengumpul sampah, tanpa melalui RW. Beberapa RW mengaku tidak mau mengorganisir pembayaran petugas sampah karena tak ingin disalahkan oleh warga jika ada kesalahan perhitungan retribusi.
Singkatnya, strategi pengorganisasian pembiayaan baru dan sistem retribusi yang terstruktur dibutuhkan oleh pemerintah untuk menanggung biaya-biaya yang selama ini dikeluarkan masyarakat untuk membayar layanan jasa petugas pengumpul sampah lokal
Terkait infrastruktur fisik, pengumpulan sampah terpilah dari sumber juga terkendala karena ketersediaan ruang, khususnya pada kawasan permukiman padat penduduk. Untuk mengatasi hal tersebut, YPBB merekomendasikan penggunaan infrastruktur skala kecil seperti komposter dan penampungan modular berukuran kecil, yang penyediaannya dibantu oleh DLH Bandung.
Oleh sebab itu, YPBB terus merekomendasikan pemerintah untuk segera mengembangkan model dengan tata kelola ZWC yang holistik. Membangun kelembagaan dan sistem pembiayaan berkelanjutan untuk sistem pengumpulan terpilah dari sumber mesti menjadi prioritas; mulai dari penguatan regulasi dan kelembagaan dari tingkat kota hingga tingkat kelurahan, pengalihan dan pengorganisasian pembayaran petugas pengumpul sampah oleh pemerintah, pemberian wewenang dan tanggungjawab kelurahan atas pengumpulan terpilah, serta penerapan aturan pemilahan kawasan–termasuk mekanisme pengawasan dan sanksi.
Salah satu rencana DLH Kota Bandung guna mendukung pengelolaan sampah adalah dengan membuat jadwal pengangkutan sampah yang sudah terpilah. Untuk sampah organik setiap hari Senin, Rabu, Kamis, Sabtu, dan Minggu. Pengumpulan sampah anorganik setiap Selasa dan Jumat. Program ini diproyeksikan pada 18 TPS dan jika berjalan lancar bakal diterapkan pada seluruh wilayah kota.
“Saat ini masih ada sampah-sampah Kota Bandung yang belum masuk dalam sistem layanan pengelolaan sampah kota. Jadi (masyarakat) masih suka membuang sampahnya di lahan-lahan kosong,” tambah Deti.
Selengkapnya tentang Studi Kasus ZWC YPBB bisa dibaca di : bit.ly/casestudyBandung
Foto aktivitas pengumpulan sampah terpilah dapat ditemukan di : https://bit.ly/fotoCSYPBB
Foto kegiatan konferensi pers online dapat ditemukan di : https://bit.ly/konferensiperscs29032022
Rekaman Acara Konferensi Pers dapat disimak di Youtube YPBB: https://bit.ly/rekamanpresconf
Narahubung: Anil
Email: anil@ypbb.or.id
081320375404
Catatan untuk editor:
Grafik komposisi sampah: https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/ (4 Februari 2024) Seperti yang dapat kita lihat pada grafik di atas, sisa makanan masih merajai komposisi sampah di Indonesia. Rumah
Kamis, 25 Januari 2024 Situasi krisis sampah yang terjadi pasca kebakaran Tempat Pembuangan dan Pengolahan Akhir Sampah (TPPAS) Sarimukti pada bulan Agustus 2023, menjadi momentum
Tanggal 5 Juni 2023 merupakan Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Hari tersebut ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Penetapan tersebut agar dapat meningkatkan kesadaran dan
(Dokumentasi : Kegiatan Waste Analysis and Characterization Study (WACS) dan Brand Audit (BA). Kegiatan berada di kawasan berpengelola Kota Cimahi 2022 bersama staf dan relawan YPBB)
Belajar memperbaiki barang membutuhkan waktu dan dedikasi, tetapi itu bukan tidak mungkin. Alih-alih membeli yang baru, sebetulnya kamu dapat meningkatkan umur panjang perangkat atau barang
Pemanasan global merupakan isu yang muncul sejak beberapa dekade terakhir. Bumi menghangat dan kini kenaikan suhunya diperkirakan mencapai lebih dari 1.5⁰C jika tak ada upaya yang
Tidak terbayang rasanya jika di perumahan kita tidak ada petugas sampah. Meski tampaknya hanya mengangkut sampah dari setiap bak sampah di rumah kita, ada fakta lain
YPBB menyelenggarakan pelatihan online Rencana Teknis Pengelolaan Sampah (RTPS) untuk Perencanaan Pengelolaan Sampah Terpilah dan Terdesentralisasi secara daring pada Rabu hingga Jum’at, 20
YPBB kembali mengadakan Training of Trainers (ToT) Zero Waste Lifestyle di penghujung Tahun 2021. Agenda ini dilakukan dalam rangka menyiapkan para trainer untuk dapat memberikan
Peluang khusus untuk bergabung menjadi Relawan Trainer YPBB kembali dibuka! YPBB percaya bahwa upaya penyelamatan lingkungan dan keberlanjutan bumi bisa berhasil bila masyarakat ikut terlibat
Zero Waste Cities hadir sebagai solusi persoalan sampah di Indonesia dengan 3 prinsip, yaitu pemilahan sampah dari rumah, sistem pengumpulan terpilah dan pengomposan sedekat mungkin dari
Berbagai bencana yang diakibatkan oleh sampah bermunculan di berbagai kota. Tragedi longsor di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah pada tahun 2005, yang memakan korban ratusan jiwa