Tulisan ini merupakan bagian dari serial kampanye Alternative Delivery System (ADS) yang digalang secara kolaboratif oleh YPBB dan Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI).
Perubahan perilaku konsumen merupakan salah satu hal penting dalam mewujudkan tata kelola persampahan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Namun, konsumerisme hijau semata bukanlah solusi. Perilaku berkesadaran lingkungan mesti dibangun secara kritis dan menyeluruh. Setiap individu perlu memahami bahwa persoalan lingkungan merupakan masalah sistemik yang saling terkait. Misalnya, satu tindakan saja, seperti “memakai tas belanja kain”, jika dimaknai secara terisolasi tidak cukup untuk mengatasi krisis sampah. Kita perlu memahami bahwa tindakan kecil sehari-hari terhubung dengan sistem sosial-ekologis yang lebih besar. Contoh sebaliknya, jika kita terus-terusan memakai kantong plastik sekali pakai, sampah plastik akan terus menumpuk. Selain itu, perubahan perilaku perlu dibarengi oleh perubahan kebijakan, peningkatan kesadaran, dan pengembangan sistem alternatif.
Akhir-akhir ini, banyak program pendidikan dari pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk meningkatkan kesadaran tentang dampak penggunaan berlebihan yang berujung pada krisis sampah kemasan plastik sekali pakai. Pembangunan kesadaran tersebut menjadi titik mula untuk mendorong perubahan perilaku individu (khususnya sebagai konsumen) untuk menjadi lebih ramah lingkungan. Salah satu contoh program paling lazim adalah kegiatan bersih-bersih dan pungut sampah (clean-ups) di pantai, jalan raya, dan bantaran sungai, di mana peserta dapat belajar tentang masalah dan pengelolaan sampah, sekaligus terlibat langsung dalam aktivitas bersama. Bersama dengan program daur ulang, program semacam ini merupakan contoh strategi hilir dalam penanganan sampah. Namun, untuk menyelesaikan masalah sampah sampai ke akar-akarnya, strategi hulu penting diprioritaskan, yakni mengurangi–bahkan menghentikan–produksi plastik sekali pakai ke dalam sistem kehidupan kita. Alternative Delivery System (ADS) merupakan salah satu strategi hulu tersebut.
Dalam mendorong perilaku berkesadaran lingkungan, ADS berperan penting karena menyediakan sistem alternatif yang memfasilitasi perubahan perilaku. Mengapa sistem alternatif ini penting?
Merujuk pada model yang dikembangkan Fietkau dan Kessel (1981), pengetahuan tentang adanya masalah lingkungan hanya memiliki pengaruh tidak langsung dan tidak cukup membentuk perilaku ramah lingkungan.
Berdasarkan model di atas, perilaku berkesadaran lingkungan seperti pengurangan kemasan plastik sekali pakai dipengaruhi setidaknya oleh empat faktor selain pengetahuan, yaitu (1) nilai dan sikap, (2) kemungkinan, serta (3) insentif untuk berperilaku ramah lingkungan, dan (4) pemahaman tentang konsekuensi perilaku.
Nilai dan sikap, seperti pemaknaan dan penghormatan kepada alam sebagai “rumah”, “ibu bumi”, “ekosistem”, dsb., mempengaruhi perilaku berkesadaran lingkungan secara langsung. Secara tidak langsung, nilai dan sikap juga dibentuk oleh pengetahuan lingkungan, misalnya bahwa “setiap menit, satu bak truk plastik mencemari dan membahayakan ekosistem laut”.
Alternative Delivery System (ADS) menyediakan alternatif kemungkinan untuk berperilaku ramah lingkungan. Tanpa adanya alternatif ADS seperti toko refill, atau jika opsi berbelanja individu hanya terbatas pada supermarket yang boros sampah kemasan, individu akan mengalami hambatan untuk menerapkan gaya hidup minim plastik dan ramah lingkungan.
Di sini, peran pemerintah / pejabat publik penting untuk memastikan adanya insentif untuk mendayagunakan alternatif ramah lingkungan tersebut, mulai dari insentif finansial, penghargaan, atau pengakuan publik. Meskipun inisiatif ADS tetap dikembangkan oleh jejaring komunitas dan pegiat zero waste secara independen dengan atau tanpa dukungan, dukungan kebijakan pemerintah akan saat membantu percepatan replikasi dan pengembangan sistem ini, sehingga krisis iklim yang genting dapat segera tertangani.
Sementara itu, pemahaman tentang konsekuensi perilaku didapat ketika seseorang melihat dampak dari tindakannya. Misalnya ketika seseorang paham bahwa dengan belanja di toko refill, ia berhasil mengurangi sampah rumah tangganya. Setelah berinteraksi dengan orang-orang atau komunitas zero waste, bisa jadi ia terinspirasi untuk mencari tahu persoalan sampah lebih lanjut, serta tergerak untuk memperluas cakupan perilakunya untuk lebih ramah lingkungan.
Model ini tentu hanya salah satu referensi saja untuk memahami perubahan perilaku menjadi lebih berkesadaran lingkungan. Jika sobat zero waste ingin berbagai pendapat dan sumber, silakan langsung tulis dan diskusi di kolom komentar!
Tahukah sobat organis, setiap harinya dalam satu rumah tangga di Kota Bandung diperkirakan rata-rata menghasilkan sekitar 14-16 lembar sampah kemasan dari berbagai produk. Dengan menggunakan
Pada tanggal 31 Oktober – 12 November 2021 lalu, para pemimpin dunia menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tentang perubahan iklim dalam Conference Of Parties (COP) tahunan.
Pengumpul sampah merupakan salah satu pekerja paling penting dalam sistem pengelolaan sampah kita. Di tengah tingginya volume sampah, bahaya bahan-bahan kimia yang bercampur dalam timbulan
Krisis sampah kemasan masih menjadi masalah utama dalam pengelolaan lingkungan hidup kita. Sebagian besar sampah kemasan diproduksi dengan material tak terurai dan berlapis-lapis, sehingga tak
Tulisan ini merupakan bagian dari serial kampanye Alternative Delivery System (ADS) yang digalang secara kolaboratif oleh YPBB dan Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI). Krisis lingkungan