Tulisan ini merupakan bagian dari serial kampanye Alternative Delivery System (ADS) yang digalang secara kolaboratif oleh YPBB dan Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI).
Krisis lingkungan yang terus memburuk hari-hari ini tidak dapat dilepaskan dari masih dominannya sistem ekonomi (produksi-distribusi-konsumsi) yang linear. Di hilir sistem ekonomi linear ini, sampah dan limbah menjadi masalah serius yang mencemari dan mengancam keberlanjutan ekosistem, mulai dari air, tanah, lautan, udara, hingga tubuh kita. Salah satu penyumbang sampah terbesar adalah skema distribusi produk dengan kemasan sekali pakai. Dari sisi konsumen, skema ekonomi yang bergantung pada produk dengan kemasan sekali pakai tersebut turut membentuk budaya/gaya hidup “asal buang” (throw-away culture). Budaya ini memperlakukan kita sebagai konsumen pasif yang berjarak dari cara kerja sistem kehidupan kita sendiri.
Misalnya, sebagian besar kemasan sekali pakai terbuat dari campuran berlapis-lapis bahan tak terbarukan yang berbahaya bagi ekosistem kita. Berdasarkan temuan Jambeck dkk (2015), 79 persen kemasan tersebut mengandung plastik yang pada akhirnya terakumulasi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau tidak terkelola, sehingga lepas begitu saja ke lingkungan sekitar. 80 persen sampah plastik yang terlepas ini pada akhirnya bermuara dan menumpuk di lautan. Sementara itu, 12 persen dibakar dengan sistem insinerasi yang membahayakan kesehatan, memperparah pencemaran, dan meningkatkan emisi karbon. Hanya sekitar 9 persen saja sampah plastik yang didaur ulang.
Dengan berlandas pada prinsip-prinsip ekonomi sirkular (atau siklus material tertutup) Alternative Delivery System (ADS) merespon permasalahan genting ini. ADS menawarkan suatu alternatif yang dapat mengintervensi pola ekonomi linear yang kini tengah mengalami krisis.
Alternatif yang ditawarkan ADS
ADS berfokus pada prinsip isi ulang (refill) dan pakai ulang (reuse) untuk mengurangi timbulan sampah kemasan sekali pakai dan membentuk gaya hidup ramah lingkungan. Sebelum meluasnya industri bahan bakar fosil dan penggunaan kemasan sekali pakai, beberapa model ADS sesungguhnya telah diterapkan oleh masyarakat kita (contohnya sistem pengisian ulang galon air minum, tabung gas LPG, minuman teh dingin dan lainnya). Seiring dengan meningkatnya kesadaran dan inisiatif berbagai organisasi gerakan lingkungan, model-model ini mulai kembali dihidupkan.
Beberapa model ADS yang paling populer antara lain:
Model-model yang ditawarkan ADS tersebut mengintervensi sistem ekonomi linear dari segi produksi, distribusi, maupun konsumsi yang saling berkait.
Keuntungan Penerapan ADS
Penerapan ADS dapat mengurangi secara signifikasi ekstraksi sumber daya alam dan penggunaan energi yang selama ini dicurahkan untuk dalam produksi kemasan sekali pakai. Dengan demikian, laju pemanasan global dan penumpukan limbah dapat diperlambat. Bisnis dan korporasi mesti bertanggungjawab untuk menciptakan sistem produksi dan distribusi yang mendorong masyarakat untuk mengisi ulang dan menggunakan kembali. Pada saat yang bersamaan, pemerintah harus mengesahkan kebijakan-kebijakan untuk mengontrol penggunaan kemasan sekali-pakai, dan mendorong perluasan penerapan ADS (The Star, 16 September 2020).
Sistem distribusi yang ditawarkan ADS juga menguntungkan bagi pengusaha eceran dalam berbagai skala (mulai dari warung kecil hingga swalayan besar). Bisnis ADS menawarkan pengalaman berbelanja dan distribusi produk yang etis dan sadar lingkungan bagi pelanggan. Pemotongan ongkos kemasan produk sekali pakai pun menguntungkan pelaku bisnis. Dengan diterapkannya ADS, pelaku bisnis hanya perlu menyediakan wadah untuk produk yang dapat terus diisi ulang. ADS juga mendorong terciptanya simpul-simpul ruang distribusi produk secara lokal yang dapat menjadi jejaring belajar dan interaksi sosial yang bermakna bagi komunitas.
Peningkatan kesadaran komunitas atas krisis lingkungan perlahan-lahan menciptakan permintaan akan sistem ekonomi yang lebih sehat dan produk-produk yang berkelanjutan. Gerakan dan gaya hidup minim sampah (zero waste) pun mulai bermekaran dan diminati di berbagai tempat. Enviu mencatat bahwa di Bandung dan Surabaya saja jumlah konsumen yang memilih mengurangi penggunaan plastik berjumlah kira-kira 50.000 orang. Dengan jumlah tersebut, minimal 20.000 ton kemasan plastik per tahun dapat dihindari, sehingga mengurangi timbulan sampah di lautan secara signifikan. Jumlah ini juga merupakan target pasar yang potensial untuk direspon dan terus diperluas. Apalagi banyak konsumen kini menuntut perusahaan dan brand langganan mereka melakukan sesuatu yang baik bagi keberlanjutan lingkungan. Tekanan konsumen terhadap produsen ini juga dapat mendorong pemerintah untuk segera menerapkan kebijakan-kebijakan yang kondusif dan mendukung.
Mengembangkan ADS
Di banyak tempat di Indonesia, toko dan bisnis dengan model ADS mulai bermunculan. YPBB sendiri mengampanyekan dan terus bereksperimen untuk mengembangkan ADS melalui Toko Organis. Salah satu model yang kami gunakan adalah sistem isi ulang. Di toko itu, kami menjual berbagai ragam produk kebutuhan sehari-hari dalam jumlah dan ukuran besar, tanpa kemasan plastik. Pelanggan membawa wadah sendiri untuk menampung produk yang ingin mereka beli. Setelah meletakkan dan mengukurnya di atas timbangan, mereka akan membayar sesuai jumlah massa produk. Jika pelanggan sedang tidak membawa wadah, toko menyediakan wadah untuk dibeli maupun dipinjam dengan sistem deposit.
Sumber dokumentasi : Toko Organis (Suasana Toko Organis)
Beralih ke model ADS memang bukanlah sesuatu yang mudah. Ada banyak pekerjaan rumah pula untuk kita yang ingin terus mengembangkan ADS, mulai dari persoalan transisi model bisnis, hingga bagaimana ADS harus dibarengi oleh sistem produksi berbasis komunitas lokal agar jejak ekologis produk dapat diminimalisir.
Untuk itu, setiap pemangku kepentingan dalam masyarakat perlu bekerja sama dan melepaskan diri dari paradigma berorientasi profit semata, untuk mulai sungguh-sungguh merintis kehidupan yang berlandas pada keadilan sosial dan lingkungan.***
Tahukah sobat organis, setiap harinya dalam satu rumah tangga di Kota Bandung diperkirakan rata-rata menghasilkan sekitar 14-16 lembar sampah kemasan dari berbagai produk. Dengan menggunakan
Pada tanggal 31 Oktober – 12 November 2021 lalu, para pemimpin dunia menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tentang perubahan iklim dalam Conference Of Parties (COP) tahunan.
Pengumpul sampah merupakan salah satu pekerja paling penting dalam sistem pengelolaan sampah kita. Di tengah tingginya volume sampah, bahaya bahan-bahan kimia yang bercampur dalam timbulan
Tulisan ini merupakan bagian dari serial kampanye Alternative Delivery System (ADS) yang digalang secara kolaboratif oleh YPBB dan Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI). Perubahan perilaku
Krisis sampah kemasan masih menjadi masalah utama dalam pengelolaan lingkungan hidup kita. Sebagian besar sampah kemasan diproduksi dengan material tak terurai dan berlapis-lapis, sehingga tak