Krisis sampah kemasan masih menjadi masalah utama dalam pengelolaan lingkungan hidup kita. Sebagian besar sampah kemasan diproduksi dengan material tak terurai dan berlapis-lapis, sehingga tak banyak yang dapat didaur ulang. Apalagi, kapasitas fasilitas daur ulang tak kunjung memadai, sehingga tidak dapat mengimbangi volume sampah yang kita hasilkan. Ujung-ujungnya, banyak sampah berakhir menumpuk di TPA–atau malah lebih parah lagi: tercecer tidak terkelola dan mencemari ekosistem darat, laut, dan udara.
Salah satu tawaran solusi untuk krisis sampah kemasan adalah transisi menuju sistem distribusi alternatif, atau apa yang biasa disebut “Alternative Delivery System” (ADS). ADS bersandar pada prinsip isi ulang (refill) dan pakai ulang (reuse) untuk mengurangi sampah kemasan sekali pakai sembari membentuk gaya hidup ramah lingkungan. Dalam hubungan antar Unit Bisnis (Business to Business / B2B), ADS sudah banyak dilakukan. Misalnya, pengiriman pasokan barang dagang dengan palet kayu atau krat yang bisa dipakai ulang. Sementara dalam hubungan antara Unit Bisnis ke Konsumen (Business to Consumers / B2C), toko Refill, skema Return, Refill on the Go!, dan layanan antar merupakan beberapa contoh penerapan ADS.
Dalam artikel sebelumnya, kita sudah membahas sejumlah keuntungan ADS. Kali ini, kita tilik juga, yuk, beberapa tantangan bisnis yang lazim ditemui dalam penerapan ADS. ADS memerlukan perubahan dari logika logistik satu arah yang linear menjadi logika logistik yang sirkular. Hal ini tentunya menuntut perubahan secara sistematis dalam tata rantai pasok secara global. Untungnya, untuk setiap tantangan, komunitas pegiat ADS mulai menguji coba dan merintis berbagai tawaran solusi.
Dalam skema Return, mitra bisnis maupun konsumen mengembalikan kemasan kosong di tempat drop off yang telah ditentukan dan disediakan. Biasanya, unit bisnis ADS mesti menentukan dan menegosiasikan standar sistem pengumpulan dan pengembalian. Dalam sistem B2B, misalnya, mitra bisnis harus menyepakati kondisi palet kayu atau krat ketika dikembalikan, juga apa yang harus dilakukan bila ada kerusakan. Selain itu, tingkat pengembalian kemasan juga mempengaruhi keberlanjutan bisnis. Banyak pengusaha mengeluhkan konsumen terlambat atau tidak mengembalikan kemasan pakai ulang sama sekali. Untuk mengakali masalah-masalah ini, solusi-solusi yang sejauh ini telah diuji coba adalah sistem deposit dan refund, di mana pelanggan atau mitra mendepositokan sejumlah uang sebagai jaminan pengembalian atau penggantian (bila kemasan rusak).
Salah satu hal yang seringkali dianggap “penghambat” oleh perusahaan pengecer skala besar untuk beralih ke ADS adalah perlunya investasi modal untuk ruang dan kerja tambahan. Kontainer/dispenser perlu dibersihkan dan dirolling secara berkala untuk menjaga standar yang higienis. Oleh sebab itu, unit usaha memerlukan ruang tambahan untuk menyimpan dan membersihkan kontainer/dispenser. Kerja-kerja yang dibutuhkan pun berbeda dengan kerja-kerja yang selama ini dilakukan di pengecer konvensional. Jika biasanya pekerja hanya perlu membersihkan rak produk, kini perusahaan membutuhkan pekerja untuk membersihkan kontainer dengan mematuhi SOP kehigienisan yang lebih banyak dan rumit. Dari perspektif ekonomi hijau, hal ini sebenarnya dapat menciptakan peluang lapangan kerja dan bisnis baru yang mendukung kelestarian lingkungan, dengan menekankan pada perawatan dan pemakaian ulang. Maka, kemauan politis (political will) perusahaan maupun pemerintah untuk berinvestasi lebih dalam aspek ini menjadi faktor penting dalam transisi.
Strategi penetapan harga sebenarnya merupakan masalah klasik dalam menjalankan bisnis. Dalam bisnis ADS ataupun Zero Waste, biasanya unit bisnis memasok produk yang selaras dengan prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan, seperti bahan organik/ bebas pestisida, tidak mengeksploitasi pekerja, ramah anak, dlsb. Harga produk-produk ini biasanya lebih mahal daripada produk-produk konvensional yang tak tersertifikasi. Maka, toko-toko ADS dan produk “ramah lingkungan” biasanya menyasar segmen pasar konsumen berkesadaran lingkungan, yang diasumsikan selalu bersedia membayar harga lebih mahal. Namun, segmen pasar tersebut sampai hari ini masih relatif kecil. Sensasi menyenangkan dan bangga ketika membeli produk ramah lingkungan tak selalu cukup untuk mendorong perubahan perilaku. Agar ADS dapat diarusutamakan dan memperluas segmen pasar, perlu ada strategi penetapan harga yang bervariasi, misalnya pemberian diskon di periode tertentu atau subsidi pemerintah sebagai bentuk insentif finansial. Dengan demikian, konsumen dari kelas menengah ke bawah juga mendapat akses, pengalaman, dan pengetahuan mengenai ADS dan gaya hidup ramah lingkungan.
Tantangan lain yang tak kalah penting adalah desain kemasan pakai ulang. Desain memainkan peranan penting untuk memastikan ADS berjalan secara praktis, efektif, dan efisien. Unit bisnis ADS mesti memastikan bahwa desain kontainer, dispenser, dan kemasan pakai ulang ramah pelanggan (user-friendly). Pilihan material untuk kontainer dan kemasan pakai ulang untuk produk harus menyesuaikan aneka jenis produk. Misalnya, produk-produk aromatik membutuhkan kemasan khusus untuk memastikan aroma tetap terjaga; produk cair, padat, dan gel membutuhkan jenis kemasan berbeda-beda; atau reaksi kimia yang dapat terjadi antara produk tertentu dengan kemasan.
Berdasarkan peta Waste4Change, sebaran geografis toko yang menerapkan prinsip ADS (khususnya bulk store) di Indonesia masih terkonsentrasi di kota-kota besar, terutama di Pulau Jawa. Dalam berbagai ulasan pun, bisnis ADS yang diulas kebanyakan berada di pusat-pusat urban Jawa. Mengapa visibilitas bisnis ADS di luar Jawa dan area perkotaan masih terbatas? Pertanyaan ini dapat menjadi titik mula penelusuran lebih lanjut. Pasalnya, banyak sekali penduduk Indonesia yang tinggal di pedesaan dan di luar Jawa. Jika kita hendak mengembangkan dan memperluas skala penerapan ADS, persoalan sebaran geografis ini perlu kita pikirkan lebih serius.
Selain 5 tantangan yang disebut di atas, tentu masih banyak tantangan lain yang dihadapi bisnis ADS. Pengalaman menghadapi tantangan-tantangan ini tentu akan menjadi masukan berharga untuk pengembangan ADS. Jika teman-teman memiliki pengalaman dan cerita, silakan bagikan di kolom komentar ya!
Tahukah sobat organis, setiap harinya dalam satu rumah tangga di Kota Bandung diperkirakan rata-rata menghasilkan sekitar 14-16 lembar sampah kemasan dari berbagai produk. Dengan menggunakan
Pada tanggal 31 Oktober – 12 November 2021 lalu, para pemimpin dunia menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tentang perubahan iklim dalam Conference Of Parties (COP) tahunan.
Pengumpul sampah merupakan salah satu pekerja paling penting dalam sistem pengelolaan sampah kita. Di tengah tingginya volume sampah, bahaya bahan-bahan kimia yang bercampur dalam timbulan
Tulisan ini merupakan bagian dari serial kampanye Alternative Delivery System (ADS) yang digalang secara kolaboratif oleh YPBB dan Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI). Perubahan perilaku
Tulisan ini merupakan bagian dari serial kampanye Alternative Delivery System (ADS) yang digalang secara kolaboratif oleh YPBB dan Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI). Krisis lingkungan