Oleh: Ismail Agung, anggota Zero Waste Community
Klo ada plastik yang lebih ramah lingkungan, kenapa harus memilih plastik perusak bumi!!
Pertemuan zerowaste community yang digawangi oleh rekan-rekan YPBB (Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi) kali ini masih membahas tentang plastik.
Minggu sebelumnya, materi yang dibawakan adalah mengenai asal usul plastik a.k.a keresek a.k.a perusak bumi yang berasal dari bahan sintetis dan minyak bumi yang makin menipis. Nah di pertemuan pagi tadi, rekan-rekan YPBB mengajak dan berbagi ilmu untuk membuat plastik ramah lingkungan atau yang biasa dikenal dengan istilah bioplastik. Apa sih bioplastik itu? Bertempat di markasnya kantor Detik.com Bandung, Rima sebagai pemandu materi mencoba menjelaskan tentang apa itu bioplastik. Jadi, bioplastik itu adalah plastik yang bahan pembuatannya berasal dari makhluk hidup. Ya, berasal dari makhluk hidup, bukan dari bahan alami. Karena klo menyebut bahan alami, minyak bumi yang merupakan bahan pembuat plastik juga merupakan bahan alami (berasal dari alam). Tambahnya lagi, untuk membuat sebuah plastik yang berasal dari minyak bumi, sebenarnya yang dibutuhkan adalah senyawa polimer yang terkandung di dalamnya. Padahal senyawa-senyawa polimer tersebut terdapat juga pada tumbuh-tumbuhan berupa getah karet dan serat-serat seperti tepung kanji, tepung kentang, tepung ketela, tepung jagung dan lain-lain. Perlukah kita menggunakan bioplastik? Untuk saat ini saya rasa pengunaan bioplastik sangat perlu. Hal ini menjawab sebagian permasalahan yang ditimbulkan akibat penggunaan plastik sintetis murah meriah yang ternyata pada proses pembuatannya akan menghabiskan sumber daya alam minyak, penggunaan bahan kimia toksik yang berbahaya bagi manusia dan proses penguraian yang membutuhkan waktu lama. Bayangkan saja, ketergantungan umat manusia terhadap plastik telah menyepelekan dampak jangka panjangnya terhadap daya dukung alam. Penggunaan plastik sintetis secara terus menerus sama saja artinya membungkus bumi itu sendiri yang apabila sampah plastik dikumpulkan dan dibentangkan bisa mengelilingi bumi sebanyak enam kali. Penggunaan bioplastik sedikitnya menjawab permasalahan pada sifat –sifat plastik sintetis, namun belum tentu dapat mengubah pola atau kebiasaan masyarakat yang rajin membuang sampah. Untuk hal ini perlu penanganan yang berbeda. Setelah cukup menjelaskan tentang apa itu bioplastik, kini kami mendengarkan penjelasan tentang bagaimana membuat bioplastik secara sederhana. Ternyata, bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat bioplastik tidaklah serumit yang saya perkirakan. Hanya butuh empat bahan utama yaitu, tepung (kanji), air, cuka, dan gliserin. Dan lagi, proses untuk membuatnya pun tidak terlalu banyak mengeluarkan tenaga alias nyantai-nyantai saja. Untuk cara membuatnya bisa dilihat di sini. Setelah mendengar cara pembuatannya, kami lalu dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan mulai mengerjakan seperti intstruksi pembuatannya. Tidak sampai setengah jam, bioplastik olahan sudah siap untuk dicetak dan dijemur oleh pemanas alami. Meskipun dengan perlengkapan sederhana yang dipinjam dari adik-adik SMP N 11, kami semua bisa untuk merasakan membuat sebuah inovasi baru penyelamatan lingkungan. Sambil menunggu jemuran kering, Kang Afif mengajak kami semua untuk berdiskusi mengenai Personal Branding yang dikaitkan dengan tagline iklan-iklan yang sering muncul baik di televisi maupun media lainnya. Setelah itu kami menuliskan di buku diari pertemuan Zerowaste mengenai aksi yang akan kami lakukan setelah mendapatkan informasi mengenai bioplastik ini. Nantinya tulisan-tulisan tersebut akan dibaca untuk mengingatkan kembali akan komitmen yang sudah dibuat apakah sudah terlaksana atau belum pada pertemuan zerowaste berikutnya. Hari sudah siang, dan sebagian dari bioplastik yang kami buat sudah mengering. Sayangnya, matahari kota Bandung sedang tidak ramah akhir-akhir ini sehingga cukup menghambat proses pengeringan alami. Namun begitu, bioplastik yang kami buat cukup berhasil karena cukup terlihat seperti plastik keresek yang dipakai sehari-hari. Hanya saja cukup lengket untuk tangan saya yang selalu basah. Kembali ke tagline tulisan ini yaitu, Klo ada plastik yang lebih ramah lingkungan, kenapa harus memilih plastik perusak bumi!!
Selalu akan berbenturan dengan tagline berikut, Klo ada yang lebih murah, kenapa harus memilih yang mahal!!
Karena sampai saat ini, harga bioplastik memang jauh lebih mahal sekitar 20% dari plastik biasa. Seandainya saja kita tidak dibuat untuk memilih tapi sebuah keharusan untuk menggunakan bioplastik, saya yakin orang-orang akan memilih untuk membawa kantung belanja sendiri. Keputusan kembali kepada anda untuk berbuat lebih bijak dalam memilih (being frugaslisme). Ditulis oleh Ismail Agung di Saung Rambutan, didedikasikan untuk Anil yang sudah nge-bayarin biaya pelatihan karena lupa bawa duit.
Di repost dari blog agungsmail.wordpress.com