Sabtu, 13 Juli 2024, YPBB berkesempatan hadir dan memberikan pendidikan lingkungan dan pelatihan Zero Waste Lifestyle dalam sebuah acara yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan dan IBEKA (Inisiatif Bisnis Ekonomi Kerakyatan) dengan judul CAPABLE (Capacity Building for Sustainable Living). Acara yang diselenggarakan di Subang tersebut melibatkan sekitar 30 tenaga pendidik yang terdiri dari para pengajar dan beberapa orang kepala sekolah SLB di Jakarta Timur sebagai peserta.
YPBB berkesempatan membawakan pendidikan tentang lingkungan dan pelatihan pengelolaan sampah. Anilawati, sebagai trainer YPBB yang berperan menjadi fasilitator selama pelatihan berlangsung, mengajak para peserta merefleksikan kembali hubungan manusia dan alam. Melalui secarik kertas yang disediakan, para peserta menuliskan berbagai hal yang menurutnya menentukan keberlangsungan manusia.
Dari berbagai jawaban peserta, uniknya, beberapa peserta menuliskan uang sebagai faktor yang menentukan keberlangsungan hidup manusia. Tanpa disadari, manusia dewasa ini tidak lagi menyadari bahwa dirinya sangat bergantung pada alam. Bahkan, manusia cenderung menggantungkan hidupnya pada hal-hal “artifisial” seperti uang dan benda-benda lainnya, terang Anilawati.
Minimnya kesadaran tentang peran alam terhadap kehidupan manusia diakibatkan dari semakin menjauhnya manusia dari alam. Hal-hal yang dulunya diproduksi dan dikonsumsi langsung dari alam, kini sudah semakin rumit. Apa yang kita konsumsi, sudah terletak jauh dari tempat kita hidup dan melibatkan banyak proses yang menimbulkan banyak kerusakan di setiap prosesnya. Hal ini dinamakan “kabut peradaban”, tutur Anilawati dalam pelatihan.
Layaknya kabut yang menutupi pandangan, manusia seringkali tidak menyadari yang dikonsumsinya berasal dari mana dan berakhir di mana. Proses produksi dewasa ini sudah semakin kompleks – menjauhkan manusia dari alam, dimana dalam setiap prosesnya meninggalkan jejak ekologis. Dari mulai proses ekstraksi, produksi, distribusi, hingga konsumsi, masing-masing memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan.
Sebetulnya, manusia memiliki pilihan untuk mengurangi jejak ekologisnya, tegas Anilawati. Kita dapat beralih pada cara-cara hidup yang berkelanjutan. Mengganti kemasan sekali pakai dengan wadah-wadah yang dimiliki, memilih moda transportasi yang minim polusi, termasuk mengolah sampah organik sisa makanan sehari-hari.
Pada sesi selanjutnya, Anilawati menerangkan permasalahan sampah yang sedang dihadapi hari ini. “Pengelolaan sampah hari ini sekedar “kumpul, angkut, buang”, hal tersebut hanya memindahkan dampak dari satu tempat ke tempat lainnya” tutur Anilawati. Dampak dari pengelolaan sampah yang buruk mampu menimbulkan berbagai penyakit seperti autism, kanker, dll. Selain dampak penyakit, pola sentralisasi sampah di TPA pun mengakibatkan bencana seperti longsor dan kebakaran sampah yang diakibatkan gas metana dari bercampurnya sampah organik dan anorganik. Sampah-sampah yang ditumpuk di TPA pun didominasi sampah organik, yang tentunya sudah bercampur dengan sampah anorganik lainnya.
Menurut Anilawati, masyarakat dapat berperan penting dalam permasalahan sampah. Dengan dua langkah sederhana, yakni memilah dan memanfaatkan sampah di rumah dan komunitas terkecil lainnya seperti sekolah, kita dapat mengurangi sampah yang masuk ke TPA. Seperti halnya di TPA, sampah yang ada di rumah kita pun didominasi oleh sampah organik, bahkan persentasenya mampu mencapai 50% lebih dibanding sampah anorganik.
Maka, terdapat 2 langkah sederhana yang dapat kita lakukan yaitu memilah sampah dan memanfaatkannya, tutur Anilawati. Metode pemanfaatan sampah organik salah satunya adalah pengomposan. Dengan mengkompos, kita bisa memanfaatkan sampah menjadi pupuk untuk tanaman atau perkebunan sehingga tidak perlu lagi memindahkan sampah organis ke tempat yang jauh seperti ke TPA. Pada sesi ini, para peserta terlihat sangat antusias. Para peserta kemudian banyak mendiskusikan penerapannya di rumah masing-masing bahkan di sekolah tempat mereka mengajar.
Setelah selesai pendidikan dan pelatihan, salah seorang peserta menyampaikan refleksi dan kesan atas apa yang telah didapatnya. Menurut Sadarman, pengajar di SLB Elsafan, Jakarta Timur, pendidikan dan pelatihan ini membuatnya menyadari bahwa sampah sangat merugikan kita hingga lingkungan sekitar. Ia juga menjelaskan kesan atas pelatihan yang diterimanya yakni “pelatihan ini disampaikan dengan sederhana, sehingga dapat dipahami dengan baik. Hal ini sangat memotivasi, terutama diri sendiri, untuk mulai memanfaatkan (sampah) dan mengolahnya sendiri”
***
Pendidikan dan pelatihan lingkungan bersama para pengajar SLB semacam ini sangat penting untuk terus dilakukan. Permasalahan lingkungan dan pengelolaan sampah yang kian mendesak harus terus diupayakan oleh berbagai elemen masyarakat, tak terkecuali para tenaga pendidik SLB. Keterlibatan para tenaga pendidik SLB dalam acara ini menjadi salah satu upaya menciptakan pendidikan lingkungan yang inklusif dan menunjukan bahwa semua kalangan mampu terlibat dalam penyelesaian persoalan lingkungan. Salam organis!
YPBB melalui Divisi Pengelola Sumber Daya (PSD) kembali menggelar pelatihan Zero Waste Lifestyle dalam rangka peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pelatihan ini merupakan program
Dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia, American Corner Universitas Andalas mengundang Divisi Kampanye Zero Waste YPBB untuk menyelenggarakan Pelatihan Zero Waste Lifestyle di
Pernahkan Sobat Organis membayangkan sampah organik menjadi suatu cairan yang bermanfaat? Bahkan bisa digunakan sebagai karbol, sabun cair alami, penjernih udara alami, pembersih rumah tangga
Beberapa tahun ke belakang, masyarakat di Bandung sempat beberapa kali merasa resah karena sampah-sampah di rumahnya tak kunjung diangkut. Hal ini merupakan imbas dari kondisi Bandung
Pada Sabtu, 11 Februari 2023, Partai Hijau Indonesia (PHI) bekerjasama dengan YPBB menghelat pelatihan Zero Waste Lifestyle (ZWL). Acara tersebut yang dihadiri oleh 35 orang peserta
YPBB merupakan sebuah lembaga non profit yang aktif mempromosikan pola hidup organis, yaitu pola hidup yang selaras dengan alam dan hukum alam. Pola hidup ini diyakini akan